Drs. Djito, M.Pd (Pakar Karya Tulis Ilmiah) BP PAUD-Dikmas Bali
Drs. Djito, M.Pd (Pakar Karya Tulis Ilmiah) BP PAUD-Dikmas Bali
Warta Pendidikan Non Formal, AYG Post
Denpasar, 11 Oktober 2018
Hotel Nirmala
Sebagai Pamong Belajar, sudah pasti tentu banyak tugas pokok dan fungsi yang harus di kerjakan. Namun sudahkah Pamong Belajar di masing-masing satuan Pendidikan Nonformal Profesional? Pertanyaan inilah yang sangat menggelitik dan harus dijawab oleh masing-masing Pamong Belajar. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor. 20 Tahun 2003 pasal 1 dan 6 menyebutkan bahwa menyebutkan bahwa Pendidik adalah Tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai Guru, Dosen, Konselor, Pamong Belajar, Widyaiswara, Tutor, Instruktur, Fasilitator, dan sebutan lain yang relevan dengan Profesinya.
Menurut, Permenpan dan RB nomor 15 tahun 2012 mengatakan bahwa pamong belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal dan informal (PNFI) pada unit pelaksana teknis (UPT) /unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan satuan PNFI. Pamong belajar merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Pamong belajar pun diharapkan bisa melaksanakan kegiatan pengembangan profesi. Namun dalam pelaksanaannya, tupoksi pamong belajar itu berbeda sesuai dengan posisi dimana pamong belajar berada. Ada pamong belajar yang bergelut di instansi yang bernama P2PNFI, juga ada yang berkutat di BPPNFI atau BPKB yang sekarang BPPAUD dan Dikmas maupun SKB. Namun, nama-nama lembaga itu bisa berbeda di masing – masing daerah, sesuai dengan selera penguasa otoda dalam menamai lembaga pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan nonformal (PNF kini berganti nama jadi PAUDNI, pendidikan anak usia dini, nonformal dan informal). Tupoksi yang kontroversial itu adalah dalam hal melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pengembangan model.
Seorang Pamong Belajar, selain memiliki tugas, pokok dan fungsi yang begitu banyak. PB juga wajib meningkatkan kemampuan Profesionalismenya melalui Budaya Menulis. Budaya menulis adalah kebiasaan menuangkan ide-ide atau pengalaman yang dimiliki menjadi sebuah tulisan. namun terkadang ada ketakutan bagi seseorang khususnya PB untuk menulis. ketakutan ini diistilahkan dengan Phobia Menulis. Rendahnya kebiasaan menulis dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah karena ketakutan PB untuk menulis. mungkin karena faktor merasa diri belum mampu menulis, tidak tahu apa yang akan ditulis, dan sebagainya. Mereka takut apabila tulisan yang mereka hasilkan akan dinilai jelek oleh pihak-pihak yang membacanya baik Praktisi Pendidikan, teman-temannya ataupun bahkan dirinya sendiri.
Namun menurut Bapak Djito, disela-sela saat memberikan materi terkait Penulisan Karya Tulis Ilmiah bagi tenaga PTK SPNF-SKB se Provinsi Bali, jadikanlah menulis tersebut menjadi suatu kebiasaan.
Sebenarnya semua orang bisa menulis, dibuktikan dari kebiasaan seseorang menuliskannya pada status di media sosial, membalas pesan sms atau WA. hal ini membuktikan setiap orang sudah dibekali kemampuan menulis tanpa ia sadari. Namun untuk menuangkannya menjadi sebuah karya tulis, kebanyakan orang belum mampu melakukannya. Pesan Pak Djito, "Tulislah apa yang kamu lakukan dan lakukanlah apa yang kamu tulis" jadi gampang bukan. setelah kebiasaan ini dipupuk dan dilakukan setiap harinya maka tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk tidak bisa menulis.
Sebagai seorang Praktisi Pendidikan Non Formal, Pak Djito selalu berpesan kepada para PB supaya lebih sering membuat tulisan, apalagi bisa digunakan untuk proses kenaikan pangkat. ujar Beliau setelah memberikan materi Penulisan Karya Tulis Ilmian..
Komentar
Posting Komentar